“Ya Allah, berilah
aku kecintaan kepadamu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintaimu, dan
apa saja yang membawaku mendekat kepada cintamu. Jadikanlah cintamu lebih
berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan.” (h.
115).
Doa Rasul Muhammad yang lazim beliau ajarkan kepada para sahabatnya itu,
sengaja saya nukil dari buku terbitan Mizan medio Februari 2013, Islam: Risalah Cinta dan Kebahagiaan
karya Dr. Haidar Bagir. Buku
yang menarik ini, bahkan sudah naik cetak dua kali di bulan yang sama ketika
diterbitkan.
Sebagaimana
judulnya, buku ini menyuguhkan begitu banyak tawaran—mungkin lebih tepat
disebut jalan pintas—untuk memahami esensi Islam, lewat gagasan cinta sebagai
sebuah lokus keberagamaan. Tampak dalam buku ini ketekunan pengarangnya dalam
menyusun bab demi bab yang kerap ditaburi pesan moral cinta kasih antara
manusia (makhluk) dengan Tuhan (khaliq),
dan antarmanusia. Bagi pembaca yang sangat merindukan Islam ramah, santun, dan tepo seliro, buku ini jadi bacaan yang
tepat untuk menemukan mutiara terpendam dari sebuah agama.
Bentuk
ketekunan Dr. Haidar bisa ditemukan dalam total 26 bab yang tersedia, dan
diramu dalam tiga bagian besar. Setiap babnya diawali dengan kisah-kisah yang
relevan sekaligus menawan. Ini salah satu contohnya.
Oprah
Winfrey mengumpulkan sekitar 100 orang untuk melakukan percobaan sosial. Mereka
diminta menabung sebagian uang yang biasa digunakan untuk rekreasi. Tabungan
tersebut kemudian diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Beberapa bulan
kemudian, 100 orang tersebut dikumpulkan dan ditanya, apakah ada yang berubah
dalam kehidupan mereka? Jawabannya, mereka merasakan bahwa hidup mereka lebih
bahagia setelah berbagi dengan orang lain.
(h. 189)
Agama yang
rasional dan menentramkan
Kutipan Dr. Haidar di atas tentang Oprah menjadi tanda
salah satu keunikan dari buku ini. Kenapa? Dalam kapasitasnya sebagai salah
seorang pemikir keislaman terkemuka, Dr. Haidar tak melulu sibuk mengutip ayat
atau Hadis untuk melengkapi argumentasinya. Ia malah tak segan mengangkat Oprah
sebagai bahan i’tibar (teladan).
Karena harus diakui, ada begitu banyak hikmah yang bersebaran di hidup kita
ini, yang sangat mungkin dijadikan bahan pelajaran bagi mereka yang berpikir.
Pada lima bab yang menyusun Bagian 1: Menyelami Cinta,
Meraih Kebahagiaan, saya menemukan mutiara manikam lainnya. Di bab akhir dari
bagian ini, Dr. Haidar memaparkan bahwa, sebagai makhluk paling sempurna yang
diciptakan Allah Swt, kita jauh lebih berbakat untuk berbahagia tinimbang hidup
dalam kesengsaraan. Bahkan, Islam pada esensinya adalah jalan yang disediakan
Tuhan untuk mencapai tujuan puncak manusia: hidup berbahagia. Tinggal bagaimana
kita dapat mencuatkan potensi kebahagiaan ini dengan melatihnya. Pertama, kuatkan kesadaran dan
pengetahuan bahwa hidup pada dasarnya adalah baik. Kedua, timbulkan kemauan untuk hidup bahagia. Ketiga, latihlah agar dalam diri kita terpatri kebiasaan bahagia.
(h. 25-27) Memang kebahagiaan adalah pilihan, dan ia membutuhkan latihan.
Memasuki Bagian 2: Hidup Adalah Perjalanan Cinta, kita
akan disuguhi begitu banyak hal ikhwal cinta-mencintai. Tentang betapa
sejatinya, Tuhan bekerja dengan prinsip dasar Cinta tak tepermanai. Pewajiban
kita beribadah pun, bukan dikarenakan atas keinginan-Nya untuk disembah,
melainkan suatu bentuk pelajaran berterimakasih. Maka menjadi alami belaka jika
semua atribut dan anasir keislaman, masuk ke dalam ranah Cinta: Islam adalah
agama Cinta dari seorang nabi yang mengedepankan cinta kasih, dan mengajarkan
Al-Quran yang lagi-lagi, sarat muatan cinta di hampir setiap ayatnya. Sehingga
sebagai pengikutnya pun, kita seolah dititipi amanah bahwa agama Islam yang
kita anut adalah sebentuk upaya Tuhan untuk mengajarkan kepada makhluk-Nya,
bahwa kita sesama manusia harus mendahulukan rasa cinta kasih dalam
menyelenggarakan hidup di bumi.
Pada Bagian 3: Sumber-Sumber Kebahagiaan, Anda bisa
menggali bagaimana kebahagiaan itu sebenarnya tertanam dalam diri kita. Selalu
dan akan terus ada. Dalam kaitan ini penulisnya menyodorkan terminologi fitrah
sebagai jawaban. Kata fitrah berasal dari bahasa Arab (fith-rah) yang terbentuk dari akar kata f-th-r. Arti kata ini adalah keawalmulaan sesuatu, setelah
sebelumnya sesuatu itu tidak ada; dan cetakan atau patrian. (h. 96) Petunjuk
untuk memahami soal ini terdapat dalam (QS Al-Rum [30]: 30) yang berbunyi, Dan hadapkanlah wajahmu denga hanif kepada
agama Allah. (Tetaplah atas fitrah Allah) yang manusia diciptakan atasnya. Tak
sekali-kali ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus.
Ayat di atas mengindikasikan dengan jelas betapa,
sejatinya manusia diciptakan Allah berdasar citraan Diri-Nya sendiri.
Sebagaimana juga ditegaskan dalam (QS Al-Baqarah [2]: 157), innalillahi wa inna ilaihi roziu’un ..:
sesungguhnya kami milik/berasal dari Allah dan kepada-Nya kami akan kembali. Artinya, sebagai (“peletikan” Ruh) Allah, mestilah kita
bertindak-tanduk dengan budi pekerti Allah. “Takhalaqu bi akhlaqillah: Berbudi pekertilah kamu seperti budi pekerti
Allah Swt),” demikian Nabi Muhammad mengajarkan.
Bagaimanakah cara termudah memahami dan kemudian meniru
budi pekerti Allah itu? Dalam segenap variasinya, seluruh budi pekerti Allah
bisa diringkaskan dalam dua sifat
utama-Nya yang kerap berulang dalam kitab suci-Nya, dan kita ulangulang membacanya
dalam segenap aktivitas keseharian: dengan
nama Allah Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Sejalan dengan itu, sebuah
Hadis Qudsi menjelaskan:
“Allah memiliki seratus rahmat. (Hanya) satu yang
ditebarkan-Nya ke atas alam semesta, dan itu sudah cukup untuk menanamkan
kecintaan di hati para ibu kepada anak-anaknya.” Sehingga “seekor induk kuda
mengangkat kakinya agar tidak menginjak anaknya, dan seekor ayam betina
mengembangkan sayapnya agar anak-anaknya berlindung di bawahnya.”
Lepas dari beberapa kesalahan elementer penyuntingan, buku
ini layak dijadikan rujukan terdepan bagi siapa saja Anda yang berkenan
menyelam ke dalam sanubari Islam secara mudah, tanpa harus bertungkus-lumus
dengan sekian klaim benar-salah dan legal-formal. Ia berhasil membabarkan
problematika menilai Islam dari sudut pandang yang tidak diterungku alam
rasional belaka, melainkan mengedepankan spirit cinta, menjunjung tinggi
kehidupan, dan menghormati kemanusiaan. Inilah sebuah buku yang layak disimak
dalam rangka meluruskan kesalahkaprahan banyak orang, Muslim atau bukan, dalam memandang dan menghayati agama Islam, dan
menjernihkannya dari stigma radikalisme dan kekerasan yang kadung melumurinya. []
Judul
Islam: Risalah
Cinta dan Kebahagiaan
Penulis
Haidar Bagir
Penerbit
Mizan
Tahun
terbit
2013
Ketebalan
213 halaman
No comments:
Post a Comment