oleh Muhammad Suyandi*
Bangsa Nusantara ini telah cukup lama berislam. Karena Islam tidak dimasuki tetapi memasuki. Islam menyempurnakan akhlak, meluruskan Tauhid, serta menjaga tradisi luhur bangsa ini. Masuk begitu damai tanpa merusak. Membenarkan tanpa menyalahkan.
Nusantara, telah lama kita mengenalnya. Bahkan lebih dari itu, kita adalah anak kandung dari rahimnya. Disadari atau tidak, bagaimana kita beragama mula-mula dituntun keluarga dan lingkungan kita. Tetapi mengapa ketika banyak hal dikaitkan dengan Islam, banyak pula yang menentang?
Bukankah Islam Nusantara telah mendarah daging pada kita suku bangsa Nusantara?
Kita berislam tanpa meninggalkan adat istiadat luhur peninggalan leluhur. Islam Jawa dengan tradisi Jawanya, Islam Bugis, Islam Aceh, Islam Bali dan corak Islam lain dari suku bangsa Nusantara berbeda, dengan tetap memegang nilai-nilai mulia yang telah diwariskan turun temurun.
Sebagaimana adat luhur suku bangsa kita, yang welas asih, hormat menghormati, saling tolong-menolong dengan tidak memandang suku bangsa dan agama, Islam hadir menyempurnakan itu semua. Mengapa sekarang hal-hal luhur itu dianggap mengingkari Islam atau aliran baru dalam Islam oleh sebagian kita?
Bukankah Islam adalah Rahmatan lil Alamiin. Rahmat bagi semesta alam, rahmat bagi bumi-langit dan di antara keduanya.
Apakah yang antiIslam a la Nusantara itu lahir tidak melalui proses-proses tradisi adat yang juga bernafaskan Islam? Sedari proses pernikahan ayah-ibunya, sampai kelahiran dan kematian. Semua melibatkan adat dan tradisi masing-masing suku yang juga beragama Islam. Apakah ujug-ujug muncul dengan pemahaman anti tradisi dan anti budaya?
Islam disebarkan dengan sangat damai, seperti Firman Allah Swt: "La ikraha Fi addin: Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. al-Baqarah [2]: 256)
Para pendahulu kita begitu tinggi dan dalam keilmuannya, dibarengi dengan tutur kata dan sikap yang mengedepankan Akhlak dalam menyebarkan agama. Hasilnya, penyebaran Islam di Nusantara begitu luas, hingga kita menjadi bangsa terbesar dunia yang memeluk Islam. Orang merasa damai, merasa dirangkul, merasa menemukan jalan lurus yang terang. Karena agama ini adalah agama bagi orang yang berakal.
Tetapi mengapa kini, jika Islam Nusantara kembali menyatukan anak-anaknya yang sedang bingung mencari arah disebut sebagai Agama baru? Apakah ini tidak sangat menyedihkan?
Apakah dengan menghujat dan menjelekkan keyakinan orang lain akan membuat kita lebih baik? Malah bisa jadi sebaliknya.
Islam Nusantara adalah Islam kita. Bertauhid dengan budaya luhur leluhur kita. Mari kita kembali kepada ajaran yang lurus (hanief), yang mencintai dan menyayangi, yang mengedepankan tenggang rasa.
Nusantara adalah satu tubuh, sedikit saja bagiannya terluka maka sekujurnya pun merasa sakit. Jika perbedaan adalah rahmat, maka Islam Nusantara adalah payungnya. []
*Anak Nusantara
No comments:
Post a Comment