www.2045.com |
“I
do not beleive in a personal God & i have never denied this but have expressed
it clearly. If something is in me wich can be called religious than it is the
unbounded admiration for the structure of the world so far as our science can
reveal it.”
~Albert Einstein
Ujaran
radikal yang dikemukakan Einstein di atas, bukan lahir dari kegenitan
intelektual. Pernyataan tersebut lahir berdasar penelusuran sejarah manusia ke
belakang dan ia pertegas melalui pendakian rasionalitas paling puncak yang
pernah dikerjakan manusia moderen. Kecemerlangan Einstein selaku saintis murni
selama nyaris setengah abad pasca E = MC², baru bisa ditandingi oleh Nima Arkani-Hamed—ilmuwan
Muslim Iran yang lahir di Houston, Texas pada 5 April 1972.
Tonggak
yang diletakkan Nima di atas panggung sejarah dunia dimulai saat ia menjabat Associate
Professor pada 2001 dan melahirkan sebuah makalah fenomenal berjudul
“Electroweak Symmetry Breaking From Dimensional Deconstruction.” Dalam makalah
itu ia menjelaskan bagaimana dunia dapat berjalan seperti diungkapkan Teori
Relativitas Umum besutan Einstein, yang menerangkan: alam semesta pada skala
yang sangat besar dan pada saat bersamaan mengikuti mekanika kuantum. Hukum
alam yang menggambarkan alam semesta pada skala lebih kecil dari apa yang bisa
dilihat mata.
Nima
bersama mitranya di Berkeley, Savas Dimopoulos dan Gia Dvali, memunculkan
hipotesis baru; kelemahan teori gravitasi terjadi karena terdapat 'dimensi
tambahan yang besar' yang bisa sebesar satu milimeter. Menurut teori yang
disusun Nima, dimensi bisa sampai tujuh, bukan empat seperti yang diyakini
Einstein dengan memasukkan waktu sebagai
dimensi keempat. Dimensidimensi sebesar itu bisa lolos dari deteksi karena
segala yang kita tahu–kecuali gravitasi— ditetapkan dalam tiga dimensi ruang
dan satu dimensi waktu.
Gravitasi
mungkin mampu menyelusup dalam dimensi tambahan ini, sehingga membuat gravitasi
terlihat lemah dari perhatian kita. Sebagai hasilnya, perbedaan besaran
gravitasi memungkinkan peneliti mendeteksi dimensi tersembunyi tersebut. Teori fisika
baru dari Nima untuk mengoreksi teori mekanika ini telah diajukannya ke laboratorium
penelitian sains raksasa, Large Hadron Collider (LHC) di CERN, Swiss.
"Penelitian
Arkani-Hamed pada dimensi ekstra besar akan benarbenar memberikan konfirmasi
pertama dalam cara yang sangat hebat tentang pemikiran manusia soal alam,"
kata Daniel Marlow, profesor fisika di Princeton University. Pada 2008,
Universitas Princeton 'membajak' Arkani dari Harvard agar duduk di Institute of
Advanced Studies, sebuah posisi yang pernah ditempati Albert Einstein. Sekaligus
mendapuk-menahbiskan dirinya sebagai begawan puncak sains kiwari manusia. Lantas
apa dampak signifikan dari teori baru yang dikemukan Nima tersebut? Bagi Anda
yang sulit menemukan benang merah dari teori Nima, sila menonton video berikut
ini. Sebuah proyek paling ambisius manusia dalam upayanya mengenali diri
sendiri dan menjelajahi alam yang berbatas tapi tak terbatas ini: 2045: A New Era for Humanity
Fondasi menuju era super moderen itu
telah kita siapkan sedari sekarang. Teknologi tumbuh tak terkendali. Sebaran informasi-data
meledak di antero dunia. Perputaran ekonomi global jadi motor penggerak utama
semua sendi kehidupan kita. Pelahan tapi pasti, sistem kerja kita pun berubah
jadi lebih lentur, efisien, dan tepat guna. Ruangruang kantor akan berubah
fungsi. Rumah kita jadi laboratorium mini untuk membangun selsel komunitas
berskala global. Rumah bukan lagi ruang privat bagi banyak orang. Kita berlomba
membangun ruang baru dalam ranah virtual. Abad tekne, praktis telah melindas
abad rasio. Sebagaimana yang telah kami terakan pada tulisan ini: Biografi Manusia Moderen
Manusia: Proyek Penciptaan Paling Misterius
di Jagat Raya
Dalam riwayat
sejarah yang terus berulang-ulang, berjalin kelindan, dan nyaris tanpa kebaruan—kecuali
hanya berbeda forma belaka, manusia adalah subjek sekaligus objek tak
tepermanai di alam semesta. Ia terus bertanya tentang keberadaannya. Perihal kediriannya.
Tentang kenapa ia lahir dan kenapa harus mati. Proses evolusi manusia (bukan
sebagaimana yang diterakan Darwin) adalah jawaban tegas bagaimana manusia
berupaya keras mengenali dirinya sendiri—dengan segala fakultas kemanusiaan
yang dimilikinya. Sedari Adam-Hawa masih sejoli, sampai kini telah berbiak
pinak sebanyak tujuh milyar lebih, selalu ada pertanyaan purbani dalam benak
manusia yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Ia terus menggugat kemapanan
alam sekaligus mengagumi kecerdasan rasionya yang tak bertepi.
Sebagai manusia moderen misalnya,
cobalah kita tengok riwayat manusia barang satu alaf ke belakang sana. Jarak seribu
tahun yang sudah kita lompati melalui kelahiran, nampak gagah bila dinilai
secara gegabah. Manusia tribal akan terlongong melihat kita menenteng gawai (gadget) ke mana saja. Kemungkinan besar
mereka akan kehabisan kata saat mengetahui kita telah mengendarai motor, mobil,
kapal selam, pesawat jet (yang bahkan telah mengangkasa). Namun itu baru
kemungkinan. Kami menduga, mereka hanya tersenyum tipis. Ya, tersenyum belaka. Manakala
melihat upaya pendakian mereka telah menemu ruang yang telah mereka bayangkan—nun
seribu bahkan dua ribu tahun lalu.
Tentang bagaimana Abbas ibn Firnas (810
- 887 M) berjuang keras menciptakan sayap yang bisa membawanya terbang melayang
di angkasa.
Tentang
apa yang diyakini Plato (427 - 347 SM) sebagai alam arketip yang jadi purwarupa
segala yang ada di semesta.
Sadarkah
Anda, apaapa yang kita alami hari ini, kita nikmati dengan begitu mudah, sudah
mereka persiapkan jauh sebelum wajah dunia menjadi seperti hari ini.
Misteri
manusia dimulai sedari kelahirannya. Siapa pun manusia yang pernah hidup di
muka bumi, pasti sepakat bahwa bayi manusia itu lucu nan menggemaskan. Ia lemah.
Rapuh. Serba ringkih. Namun tumbuh dalam dekapan kehidupan. Andai tak lagi ada
bayi manusia lahir, hidup berpeluang berhenti. Bukan karena generasi terputus. Melainkan
tak ada lagi yang memikirkan hidup sebagai ruang-waktu bagi kemanusiaan. Alam semesta
jadi nihil & absurd seperti sedia kala. Manusia lah pelaku pertama segala penamaan dan penggalian artefak
kehidupan.
Ketika
manusia tumbuh, ia memiliki sekian milyar kemungkinan yang tak bisa dimengerti—bahkan
oleh dirinya sendiri. Ada yang kehilangan daya fakultatifnya dan menjadi gila. Sebaliknya,
ada yang berhasil melampaui rasionalitas dan menembus jauh ranah intuitif dan
tampil sebagai pemuncak ilmu pengetahuan. Ada manusia yang bahkan tak lagi
pantas dianggap manusia karena kehilangan kehormatan akibat kemiskinan yang
mendera, dan ada juga berhasil mengumpulkan pundi kekayaan dalam jumlah yang sulit
dimengerti besarannya. Ada manusia yang riwayat hidupnya kabur tak jejak dalam sejarah, ada yang namanya melambung tinggi dan diingat milyaran manusia lain. Bahkan ada seorang manusia—satusatunya hingga kini, yang berhasil berhadapan langsung dengan tuhan penguasa semesta raya.
Ada sepuluh persen populasi manusia yang menguasai sumber daya alam—yang sialnya dikeroyok secara sadar oleh 90 persen populasi lain.
Ada sepuluh persen populasi manusia yang menguasai sumber daya alam—yang sialnya dikeroyok secara sadar oleh 90 persen populasi lain.
Satu
orang manusia, bisa turut andil menyelamatkan nyawa jutaan yang lain dari
kehancuran. Sebaliknya, ada juga satu manusia yang bertanggungjawab penuh atas
kematian jutaan saudara sesama spesiesnya itu.
Our Planet is Changing
Populasi
manusia di dunia diperkirakan akan mencapai 9 miliar pada 2050. Sementara sejak
sekarang, sistem pangan kita sudah disfungsional baik dalam dampaknya terhadap
manusia dan planet bumi. Hari ini, jutaan manusia tak memiliki cukup pangan dan
miliaran lainnya kekurangan nutrisi yang tepat demi hidup sehat. Meski secara
kasar hidup manusia secara global membaik, namun fakta lapangan lain cerita. Ada
805.000.000 orang di dunia sedang kelaparan akut, atau 1 dari 9 orang di antara
kita, terancam mati pelahan.
Diet
yang buruk, juga menghambat pertumbuhan 162 juta anak setiap tahun. 97 persen
dari mereka di negara berkembang, dan menjebak masyarakat dalam siklus
kemiskinan serta kesehatan yang buruk. Konsekuensi bagi mereka yang terpapar dampak
ini dapat menghancurkan. Anak kurang gizi cenderung memiliki tingkat konsentrasi
yang buruk dan nilai yang lebih rendah dalam tes kemampuan kognitif. Otomatis besaran
volume otaknya pun menciut.
Masih
ada dua miliar manusia yang kekurangan zat besi dan berdampak pada kemunculan
anemia. Lebih dari 250 juta anakanak sedang menderita kekurangan vitamin A. Artinya,
setengah juta generasi muda kita akan mengalami kebutaan setiap tahun. Dunia mereka
akan gelap selamanya. Setengah dari anakanak ini, akan meninggal dalam waktu setahun
pascakebutaan. Sementara itu, 1,3 miliar dari kita digolongkan sebagai
masyarakat kelebihan berat badan, didorong oleh sistem pangan yang merusak ditambah
kerakusan yang merajalela. Parahnya, makanan yang mereka konsumsi dalam jumlah
melimpah itu, dipasok dari negaranegara miskin.
Sebuah
studi yang dipimpin oleh Harvard School of Public Health menemukan bahwa
meningkatnya kadar CO2 turut merusak nutrisi makanan pokok seperti gandum,
beras, jagung, dan kedelai. Persis di puncak kemunduran (yang nampak terlihat
seperti kemajuan zaman ini) manusia diperkirakan berevolusi kembali pada 2050. Ada
manusia jenis baru yang tak lagi mafhum dengan segala potensi fisik, akal, dan
intusinya. Manusia mulai mengalami degradasi dalam segala tingkat kehidupannya,
sebagaimana yang dilansir oleh Majalah Cronias
de los Tiempos pada April 2002.
Hutan
yang kita rusak dan papas hari ini, menyebabkan pasokan air bumi merosot
drastis. Pada 2070, manusia tak lagi bisa mengerti betapa hari ini kita pernah menggunakan
air untuk mandi, makan, minum, mencuci. Mereka menggunakan handuk dan minyak
pencuci bahkan hanya untuk membersihkan tubuhnya dari kotoran. Mereka tak siap
memelihara rambutnya karena air tak tersedia untuk mencuci kepala dari debu
teknologi. Pada saat bersamaan, nyaris semua waduk, danau, dan sungai mengering.
Jika pun tak, terpapar radiasi zat limbah teknologi yang kian menjamur.
Industri
nyaris padam. Kecuali intalasi desalinasi yang menyelamatkan begitu banyak
pengangguran. Upah mereka yang paling bernilai adalah: air minum. Sementara di
sisi lain, makanan yang mereka konsumsi 80 persennya sintetik. Dalam kondisi
yang serbasulit begini, pembunuhan demi perebutan air adalah hal yang teramat
wajar. Penampilan fisik mereka akan sangat mengerikan. Berkerut-merut karena
dehidrasi. Sekujur tubuhnya disarati rasa sakit tak terperi akibat radiasi
sinar ultra-violet. Kanker kulit, infeksi gastrointestinal dan saluran urine,
adalah penyebab nomor satu kematian mereka.
Tak
ada satu pun ilmuwan yang bisa menciptakan air, sedang dalam saat bersamaan, kualitas
oksigen merosot tajam akibat vegetasi dan pohon yang sangat sedikit. Pemuda berumur
20 tahun akan tampak seperti manusia paruh baya 40-an. Daya jangkau intelektual
mereka pun mengalami kemunduran akut. Sebab utamanya, asupan makanan-minuman
dan pola hidup yang serbamudah. Kemampuan dasar mereka mungkret. Morfologi spermatozoa
kaum Adam berubah total. Dampak nyatanya, bayi yang lahir mengalami defisiensi
mutasi dan kelainan bentuk.
Pemerintah
di setiap negara akan membangun zona berventilasi. Semacam paruparu mekanik
yang sangat besar dan digerakkan cahaya matahari. Maka untuk ini, mereka harus
membayar mahal udara yang dihirup tidak secara percuma itu. Bagi yang tak
sanggup membayar, besar kemungkinan ia akan dikucilkan—alihalih mati dalam kesiasiaan.
Hampir tak ada yang bisa diharapkan dari sebentuk kehidupan seperti yang kami
uraikan di atas. Tapi manusia bukan makhluk yang gampang menyerah. Ia akan
terus mencari celah baru demi adabnya yang baru. Modal utamanya sederhana saja.
Pikiran.
Pikiran
bagi manusia adalah organ tubuh terindah sekaligus rumit—yang dirancang tuhan
untuk membantu mereka bertahan hidup. Hanya dengan pikiran, kita bisa berpindah
ruang-waktu dalam sekejap. Bahkan lintas dimensi. Keindahan Pikiran
Manusia bukan proyek paripurna yang mengenal kata selesai apalagi berhenti. Ia makhluk serba ingin tahu dan tiada sudah. Penalaran di atas, hanya satu bagian dari cara manusia berkembang di depan sana. Ranah itu dimiliki mutlak oleh sains dan ilmu pengetahuan. Lantas di manakah letak agama?
Manusia bukan proyek paripurna yang mengenal kata selesai apalagi berhenti. Ia makhluk serba ingin tahu dan tiada sudah. Penalaran di atas, hanya satu bagian dari cara manusia berkembang di depan sana. Ranah itu dimiliki mutlak oleh sains dan ilmu pengetahuan. Lantas di manakah letak agama?
Masih
berperankah agama dalam hidup manusia lima abad dari sekarang?
Jawabannya
masih. Sebab agama akan terus menguntit perjalanan sains hingga kapan pun.
meski pada ghalibnya, antara sains dan agama, keduanya sama mengantarkan
manusia pada satu adagium yang sulit dibantah tapi dianggap tabu:
Manusia
nyaris menjadi tuhan bagi dirinya sendiri. []
No comments:
Post a Comment