Ramadhan Panik


ADA yang ganjil dengan cara kita menyikapi ibadah. Puasa Ramadhan, satu di antaranya. Entah bagaimana dan kapan bermula, tujuan mulia kehadiran bulan berkah ini ternyata disalahkparahi. Segala makanan dan minuman yang selama sebelas bulan sebelumnya tak pernah ada, dipaksa ada. Apa pun caranya. Perut, yang jadi sumber semua penyakit manusia selama sebelas bulan, ternyata malah kian dijejali dengan gunungan makanan. Lapar-haus seharian, tandas pada waktu berbuka. Dinamika puasa pun hanya berhenti di kerongkongan. Diajak mengencangkan ikat pinggang, malah menimbun makanan. Padahal prinsip utama puasa adalah menahan diri. Bukan kalap dan mendadak syar'i.


Anehnya, mengatasnamakan kebiasaan umum, perilaku tersebut malah semakin diamini. Ditambah kesimpangsiuran narasi palsu buatan kapitalis yang berbunyi: berbukalah dengan yang manis. Anjuran yang benar dari Rasulullah Saw adalah, "Apabila di antara kalian berpuasa, berbukalah dengan kurma, jika tidak ada kurma, maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci." Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, al-Baihaqi, dan al-Hakim. Andai kita mau membaca dan mempelajarinya secara terang, niscaya tampaklah niat baik Hadits itu sebagai himbauan: kesederhanaan hidup yang cukup.

Keganjilan yang lain adalah, puasa dialamatkan untuk menahan lapar dan haus. Padahal tak satu pun manusia bisa menahan kedatangan lapar di perut, dan kekeringan kerongkongannya. Ramadhan dihadirkan Allah justru dengan maksud mendidik dan melatih kita melepas segala kemelekatan pada yang fana'. Sebab senikmat apa pun makanan, sesegar apa minumannya, cuma sampai kerongkongan. Tak lebih dari itu. Alhasil, puasa yang sedemikian harus diganjar pahala, tak berdampak serius pada diri kita sendiri. Ramadhan sekadar seremonial belaka. Pesta pora buka bersama. Bukan ajang pengendalian diri yang utama. []


Ren Muhammad, 25 Mei 1438 H

No comments:

Post a Comment

Total Pageviews