Kaba si
lelaki tua sebatang kara, saban hari mendatangi kampung kami. Ia menyimpan
banyak cerita dibalik rambutnya yang keperakan. Siapa saja yang ia temui, pasti
akan ia ceritakan sebuah kisah menarik yang entah di mana dan kapan terjadinya.
Bersama kawan sepermainan, aku yang waktu itu masih teramat belia, termasuk
pengagum setia Kaba. Kata nenek, Kaba sudah begitu sejak unyang kami (atuknya
nenek) masih perjaka tergagah di kampung.
Sesekali
ia datang sambil membawa kotak ajaib. Dalam kotak itu Kaba memeram ceritanya
yang seolah merupa. Mencitra. Kami pasti berebutan ingin melihatnya, meski demi
itu, kami harus menyerahkan uang pada Kaba sebagai penukar. Kali lain, Kaba
datang dengan cerita berbingkai yang membuat kami sepakat membolos sekolah.
Bagiku, Kaba telah menjelma jadi guru yang bisa menjawab segala pertanyaan
dengan hanya bercerita.
Bahkan
pernah suatu hari, Kaba menceritakan kisah unik nan misterius yang baru saja ia
karang dalam pikirannya. Cerita itu berkisah tentang seorang anak manusia yang
kehilangan bayangannya sendiri. Sehingga ia tak lagi bisa memahami arah. Lupa
jalan pulang dan tak tahu ke mana ia harus melangkah. Alhasil, ia hidup dalam
cerita yang dikarangnya sendiri. Sebuah cerita yang memiliki awalan, tapi tiada
ujung pangkal. Ia tenggelam dalam cerita yang berjalin kelindan. []
Cikole,
24 Februari 2017
Dimuat di Latar Latarsastra.com
No comments:
Post a Comment